Breaking News

Kepanikan, Ketidakpastian, dan Sikap Santai Pemerintah

Spread the love

Oleh. Nurintan Sri Utami, S.Psi., M.Si

Muslimahtimes.com-Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akhirnya direalisasi oleh pemerintah. Tepat siang menuju sore hari pukul 14.30 di tanggal 3 September, pemerintah merilis pengumuman kenaikan untuk solar, pertalite dan pertamax . Masyarakat seolah diberi kado istimewa. Padahal sebelum disahkan kenaikan tersebut, masyarakat sudah menyampaikan keberatannya.

Begitu kenaikan harga dirilis, protes keras dilayangkan banyak pihak. Pemerintah dinilai bertindak semaunya dan tidak memikirkan nasib rakyat. Ekonom senior, Rizal Ramli, setelah pengumuman kenaikan harga dirilis, beliau menyampaikan bahwa pemerintah menyulitkan rakyat kecil, tidak berpihak pada rakyat, bisanya nambah utang dan tidak kreatif. (suara.com, 4/9/22)

Bahkan mahasiswa (megapolitan.kompas.com, 5/9/22) dan rencananya diikuti satu hari setelah mahasiswa, aliansi buruh juga akan turun ke jalan untuk melakukan aksi protes kenaikan harga BBM sebesar 30% ini. (suara.com, 5/9/22)

Panik vs Santai

Melihat kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak, layak jika beberapa hari sebelumnya, masyarakat merasa cemas dan panik akibat rencana pemerintah dan mengakibatkan antrean panjang di SPBU untuk mengamankan stok BBM untuk pribadi. Kepanikan yang muncul biasanya dipicu oleh beberapa tingkat ketidakpastian. Orang sangat cemas dan kekhawatiran akhirnya muncul ke permukaan. Bukan hanya karena khawatir stok tidak tersedia, namun bisa jadi mereka khawatir bahwa nantinya tiba-tiba harga melambung tinggi. Semua kondisi yang serba tidak pasti dapat menimbulkan sikap waspada bila nanti sesuatu ini tak terbeli akhirnya sebelum naik, masyarakat membelinya terlebih dahulu.

Pun saat antrean pembelian BBM mengular di tanggal 4 Agustus siang hari, masyarakat akhirnya menelan pil kekecewaan dengan disahkannya kenaikan harga BBM. Kondisi psikologis masyarakat tampaknya perlu diperhatikan. Masyarakat dibuat panik menunggu ketidakpastian, dibumbui kekecewaan pada akhirnya. (suara.com, 4/9/22)

Kondisi ini sangat tidak baik jika terus terjadi karena dapat menyebabkan tekanan besar pada masyarakat.
Di sisi lain, kita melihat bahwa pemerintah seolah tidak ada beban dalam menaikkan harga karena menilai selama ini BBM tidak tepat sasaran. Pemerintah dengan entengnya mengalihkan pemberian subsidi ke pemberian bantuan sosial yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup masyarakat yang semakin tinggi. Hal ini karena dampak dari kenaikan harga BBM ke depannya diprediksi dengan mantap akan mengakibatkan lonjakan harga pada semua komoditas.

Ketika protes keras muncul dari berbagai elemen pun, pemerintah seolah tidak bergeming dengan keputusannya. Padahal rakyat inilah yang harus didengar keluh kesahnya. Negara dibuat untuk kepentingan rakyat, bukan milik segellintir orang di pemerintahan. Tidak selayaknya pemerintah yang merupakan pengurus rakyat bersikap demikian.

Islam Memberikan Kepastian dan Ketenangan

Ada yang mengatakan bahwa rizki itu datangnya dari Allah, manusia tidak perlu takut meski BBM naik. Ya, pendapat seperti ini memang sering kita dengar. Alhasil, kita tidak mengkritisi apa yang pemerintah perbuat meski sudah masuk dalam tataran kezaliman.

Benar memang, dari sisi keimanan kita tidak boleh menafikkan bahwa Allah-lah yang menjamin rizki kita. Namun, dari sisi kehidupan bernegara Rasulullah dan para sahabat mencontohkan pengelolaan negara yang tepat. Negara dalam hal ini pemerintah harus mengutamakan kondisi rakyatnya sampai semua kebutuhan terpenuhi dan mereka merasa tenang.

Kita dapati bahwa pengurusan yang dilakukan oleh negara hari ini tidak semata-mata pada penetapan harga saja, namun sudah masuk ke dalam ranah salah kelola ekonomi khususnya dalam hal migas. Peraturan yang mengatur terkait migas ada dalam UU Migas, yaitu pembinaan dan pengawasan hulu migas berpindah tangan dari BUMN (PT Pertamina) ke badan lain (swasta). Artinya pengurusan ini diserahkan kepada pihak individu/swasta, bukan lagi pada negara.

Jika melihat dari kacamata Islam, hal yang dilakukan negara keliru karena migas adalah termasuk kepemilikan umum dan tidak boleh dimiliki oleh individu ataupun kelompok (privatisasi). Sebabnya ada dua hal yaitu:

Pertama, karena termasuk barang yang dibutuhkan oleh jamaah, berdasarkan hadist dari Ibnu Abbas ra, ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api. Dan harganya adalah haram” (HR. Ibn Majah)

Kedua, karena memiliki deposit yang besar berdasarkan hadist dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika, Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd)”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal)”. (HR. Abu Dawud dan al-Timidzi)

Kepemilikan umum sendiri adalah izin dari syari’ bagi komunitas (jemaah) secara bersama-sama untuk memanfaatkan benda. (M. Husain abdullah, Dirasat fi al-Fikr al-Islami, hlm. 55).

Maka, sesungguhnya Islam telah menetapkan kepastian hukum terkait kepemilikan migas serta pengelolaannya. Dan kepastian hukum ini pasti akan mendatangkan ketenangan bagi semua masyarakat yang tinggal di dalamnya.

Belum lagi jika berkaca pada sosok kepemimpinan, maka Khalifah dalam negara Islam akan cepat tanggap apa yang diminta oleh rakyatnya dan akan melakukan yang terbaik karena pertanggungjawabannya langsung kepada Allah. Sedang dalam sistem hari ini, pemimpin terlihat santai dan acuh tak acuh kepada keinginan rakyat. Bahkan keberadaan Allah telah dipinggirkan dari percaturan dunia dan penguasa akhirnya bertindak sesuai hawa nafsunya.

Hal ini sesungguhnya tidak dapat terwujud dalam negara yang mengadopsi sistem kapitalisme-sekuler seperti hari ini yang menafikkan Islam dalam ranah bernegara. Kepastian hukum dan ketenangan hanya akan terwujud dalam negara dengan sistem Islam yang sempurna lagi paripurna.