Breaking News

Kisruh Pembagian THR

Spread the love

Oleh. Meilani Afifah

Muslimahtimes.com–Tunjangan hari raya atau yang biasa disingkat dengan THR adalah sesuatu yang sangat ditunggu – tunggu bagi setiap orang, terkhusus di momen lebaran. Dengan mendapatkan THR setiap orang bisa menambah uang saku untuk memenuhi beberapa keperluan menjelang lebaran, seperti pakaian baru, membeli kue dan lainnya. Namun, THR nyatanya tidak diberikan untuk semua orang. Rakyat biasa hanya gigit jari. Ditambah harga kebutuhan pokok yang semakin menjulang tinggi mereka hanya bisa meratapi nasibnya.

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyatakan perangkat desa termasuk kepala desa mereka bukanlah ASN sehingga tidak diberikan THR oleh pemerintah. (Kompas.com, 17-3-2024). Masih dari sumber yang sama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Abdullah Azwar Anas, juga menyampaikan tenaga honorer tidak mendapatkan THR dan gaji ke 13, kecuali mereka yang sudah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Bahkan pemerintah sudah menetapkan bahwa pejabat-pejabat saja yang berhak mendapatkan THR dan gaji ke 13 penuh 100% yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 14 tahun 2024. (Cnnindonesia.com, 14-3-2024)

Akibat keputusan ini sudah pasti membuat kisruh di tengah-tengah masyarakat. Betapa tidak, mereka para pejabat yang sudah memiliki kekayaan melimpah saja yang mendapatkan THR, sedangkan rakyat sipil, pekerja honorer hingga aparat desa tidak mendapatkan hak yang sama. Hal ini jelas menimbulkan kecemburuan sosial antarpegawai, karena dirasa tidaklah adil.

Seperti diketahui anggaran THR berasal dari APBN/APBD yang notabene diambil dari pajak seluruh rakyat. Betapa tidak adilnya, pajak diwajibkan untuk seluruh rakyat namun hasilnya hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.

Pajak menjadi sumber terbesar keuangan negara, sehingga wajar jumlah APBN/APBD tidak cukup untuk membayar THR kepada selain pejabat. Apalagi sumber daya alam negeri ini yang melimpah justru dikuasai oleh para kapitalis oligarki. Ibarat tikus mati di lumbung padi, begitulah yang dialami rakyat di negeri ini. Negeri yang kaya tapi rakyatnya miskin dan jauh dari kata sejahtera.

Hal ini terjadi akibat negara menerapkan sistem sekularisme kapitalisme yang tidak mampu memberikan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Sistem ini meniadakan peran Allah dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Justru manusia sendiri yang mengatur urusan kehidupan sesuai dengan kepentingan mereka. Sehingga melahirkan hukum rimba, dimana mereka yang berkuasa akan semakin kaya, sedangkan mereka yang lemah akan semakin miskin dan tertindas.

Berbeda dengan sistem Islam yang memberikan kesejahteraan bukan hanya bagi golongan tertentu, tapi untuk semua individu rakyat tanpa memandang kaya atau miskin. Islam menjamin kebutuhan-kebutuhan penunjang hidup setiap rakyat yang meliputi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, papan dan kebutuhan dasar publik yaitu jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Negara wajib memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut untuk setiap individu rakyat. Negara juga menjamin lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki baligh yang mampu bekerja hingga memastikan tidak ada dari mereka yang pengangguran karena kurangnya lapangan pekerjaan. Yang demikian karena Allah telah membebankan kepada mereka sebagai penjamin nafkah keluarganya.

Islam juga memiliki sistem gaji bagi para pekerja. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nidzomul Iqtishodi menjelaskan besarnya gaji harus sesuai dengan besaran jasa yang diberikan oleh pekerja, jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, bukan diukur dengan standar hidup minimum di suatu daerah. Apabila ini terpenuhi maka kebutuhan pokok setiap individu rakyat akan terpenuhi dengan layak.

Begitu juga kebutuhan dasar publik, negara wajib menjamin secara langsung dengan memberikan jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara gratis. Anggaran dana diperoleh dari pos kepemilikan umum dan pos kepemilikan negara baitul mal. Pelayanan kebutuhan ini diberikan untuk seluruh rakyat tanpa pandang bulu baik kaya maupun miskin, pejabat negara atau rakyat sipil semuanya mendapatkan hak yang sama.
Islam juga tidak memberikan jaminan tersebut pada momen tertentu seperti lebaran namun diberikan setiap saat. Justru rakyat dibiarkan fokus beribadah dan beramal sholih di bulan Ramadan tanpa was was mengharapkan THR. Maka jaminan kesejahteraan rakyat hanya bisa terwujud ketika negara menerapkan sistem Islam secara kaffah. Wallahu a’lam bi asshowab