Breaking News

Tarif PDAM Merangkak Naik, Rakyat Semakin Tercekik

Spread the love

Oleh. Nisfah Khoirotun Khisan

Muslimahtimes.com–Setelah naiknya harga BBM bersubsidi dan kemudian disusul oleh kenaikan harga sejumlah bahan pokok, kini rakyat kembali harus menelan pil pahit dengan dinaikkannya tarif PDAM.

Kenaikan tarif ini disinyalir karena terdampak dari naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sehingga berdampak pula pada pembelian barang yang dipergunakan untuk pemasangan pipa PDAM yang diperuntukkan kepada konsumen. Karena biaya penyambungan yang sudah terlalu tinggi dan ketika dikalkulasi dari pihak PDAM sendiri merasa rugi, sehingga satu-satunya jalan yang ditempuh adalah dengan menaikkan tarif harga. Terkait hal tersebut maka dilakukan sosialisasi terhadap masyarakat.

Kenaikan penyesuaian tarif air minum dilaksanakan di Aula Kecamatan Pemalang, pada hari Senin (27/01) yang dijelaskan langsung oleh Direktur PDAM Tirta Mulia, H. Aji Setia Bhudi SE.Msi.AKt, Ketua Dewan Pengawas PDAM, Ir .H. Muhamad Arifin dan Muspika, adapun yang diundang adalah dari perwakilan masyarakat dan LSM.

Menurut Ketua Dewan Pengawas PDAM. Ir .H. Muhamad Arifin, menjelaskan bahwa PDAM Tirta Mulia sudah melakukan langkah secara teknis dan untuk wilayah Pemalang sendiri disebut paling rendah kenaikkannya dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang juga terdampak, hampir 8 tahun PDAM Pemalang baru mau menyesuaikan untuk kenaikan tarifnya. Bupati sendiri baru menyetujui terkait dengan kenaikan tarif PDAM ini.

Direktur PDAM Tirta Mulia, Aji setia Bhudi SE.Msi.AKt mengatakan bahwa kondisi PDAM pada saat ini, kalau dibandingkan dengan tarif PDAM didaerah lain yang sudah menembus angka Rp2500 sampai Rp5000.- per meter kubik sedangkan di Pemalang sendiri masih berkisar di angka Rp1500 per meter kubik dan untuk biaya sambung di daerah lain ditarif mulai dari harga Rp1.500.000,- sampai Rp3.000.000,- sedangkan di Pemalang masih konsisten dengan harga yang lebih rendah dari daerah yang lain yaitu Rp900.000,- .

“Kalau kita melihat perbandingan itu saja sudah kelihatan, sehingga keuntungan dari PDAM sebetulnya tidak ada kalau kita melihat angka yang sedemikian rupa, Apa lagi sekarang dengan adanya harga-harga bahan yang terus melonjak naik. Kami hanya meneruskan dari Kementrian Pusat dan Kementrian PU dengan pemerintah Kabupaten Pemalang. Adapun statement dari Pemerintah Pusat yang mau membantu PDAM seluruh Indonesia terutama jika melihat kewajaran perbandingan tarif dari PDAM yang lain. Alasan lain adalah agar bisa terus mengembangkan wilayah dan pelayanan yang tepat dan lebih banyak lagi.” pungkasnya.

Kenaikan tarif ini juga terjadi di wilayah lainnya seperti Bandung. Kepada tim Bangbara, seorang warga Pagarsih, Meyke (43) menceritakan bahwa tagihan yang biasanya sekitar Rp50.000, tiba-tiba di bulan Desember naik menjadi Rp140.000 lebih.

“Ini sih, naik 100% lebih. Tarif dasarnya dari Rp3.300 jadi Rp7.500 per meter kubik, ditambah ada biaya air limbah dan biaya admin, jadinya mahal banget,” ungkapnya dengan kebingungan. (bangbara.com)

Para perempuan dari berbagai kalangan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Indramayu menolak rencana kenaikan tarif air bersih Perumdam Tirta Darma Ayu Kabupaten Indramayu. Penolakan itu disampaikan kepada para wakil rakyat, dalam audensi di gedung DPRD Indramayu, Jumat (27/1/2023).

Selain memprotes kenaikan tarif PDAM yang akan sangat memberatkan, ibu-ibu dari KPI juga mengutarakan jika selama ini pelayanan air kurang bagus, sering mati atau apabila keluar, alirannya kecil. (republika.co.id)

Kapitalisasi di Balik Pengelolaan Hajat Hidup Rakyat

Sumber daya alam yang ada di negeri ini sangatlah melimpah ruah, pantas saja negeri ini dijuluki sebagai zamrud khatulistiwa, karena memang Indonesia merupakan negeri yang makmur dan kaya raya dengan keberlimpahan sumber daya alamnya, termasuk air.

Namun ironi, di tengah melimpahnya sumber daya alam yang dimilikinya , rakyat di negeri ini justru harus merasakan getirnya hidup di negeri yang menurut peribahasa jawa adalah negeri yang gemah ripah loh jinawi, yang artinya negeri yang subur dan makmur, namun nasib malang rakyat negeri ini sebab sumber daya alam yang harusnya dikelola dan dinikmati oleh rakyatnya pada faktanya hanyalah fatamorgana saja.

Bagaimana tidak, kekayaan yang ada hanya dimiliki oleh segelintir orang saja bahkan di kelola oleh swasta untuk kemudian dikomersilkan. Tak terkecuali air yang juga tak luput dari sasaran para korporasi besar untuk dijadikan lahan subur mengais keuntungan. Padahal seharusnya, pemerintah bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan sumber daya alam negeri ini termasuk juga air bersih, untuk kemudian bisa dimanfaatkan oleh rakyat dengan cara mudah dan murah. Peribahasa gemah ripah loh jinawi agaknya masih jauh dari harapan bangsa ini, jangankan untuk kesejahteraan yang menjadi dambaan itu terwujud, hanya untuk memenuhi hajat hidup rakyat saja sudah sangat sulit karena adanya kapitalisasi pengelolaan sumber daya alam ini yaitu dengan terus menjadikan rakyat sebagai sapi perah untuk menambah pundi-pundi korporasi.

Mayoritas masyarakat merasa keberatan dengan kenaikan tarif ini. Dari sisi masyarakat, mereka sedang berjuang pulih dari terpuruknya ekonomi pascapandemi Covid-19 yang mendera negeri ini dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Sekarang malah dihadapkan pada masalah kenaikan tarif PDAM, sangat wajar kiranya bila rakyat mengeluhkan kebijakan kenaikan PDAM ini.

Beban hidup yang semakin lama semakin mahal juga tidak bisa dihindari oleh rakyat. Realitanya banyak rakyat yang terkena PHK, ekonomi mengalami resesi, rakyat pun harus pontang-panting memutar otak agar bisa terus bertahan hidup. Jadi, ketika ada kenaikan tarif PDAM, jelas sangat memberatkan rakyat. Karena air adalah kebutuhan pokok setiap orang. Jika tarifnya dinaikkan maka sudah pasti beban hidup rakyat akan semakin bertambah. Apa yang dialami rakyat hari ini adalah bentuk nyata kedzaliman yang dipertontonkan oleh penguasa negeri ini akibat penerapan sistem kapitalisme.

Sistem ini melegalkan liberalisasi sumber daya alam milik umum (rakyat), yang mana konsekuensi liberalisasi ini adalah pasti adanya komersilisasi. Akhirnya milik umum yang seharusnya bisa dinikmati oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali justru dijadikan sebagai ladang bisnis.

Prinsip inilah yang dijadikan penguasa kapitalis ketika melayani kebutuhan rakyatnya. Belum lagi negara yang butuh pemasukan dana, menjadikan pelayanan yang seharusnya didasari prinsip jaminan hidup gratis kepada rakyat justru diberikan dengan prinsip bisnis. Maka, tidak heran jika air yang notabenenya bisa dinikmati secara gratis justru hanya bisa dinikmati ketika berbayar.

Pandangan Islam dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Air termasuk dalam kepemilikan umum sebagaimana tambang, hutan dll. Sangat berbeda dengan sistem Islam dengan ajarannya yang luhur, ketika mengurus hajat hidup rakyat. Dalam pandangan islam, kekayaan alam adalah harta kepemilikan umum. Rasulullah saw bersabda :

“Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli, diantaranya adalah; air, rumput, dan api”. (HR. Ibnu Majah)

Terkait kepemilikan umum, Iman at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari Abyadh bin Hammal. Abyadh pernah meminta izin untuk mengelola tambang garam, kemudian Rasulullah saw menyetujui hal itu. Kemudian Rasulullah diingatkan oleh seorang sahabat.

“Wahai Rasulullah, tahukah Anda apa yang telah anda berikan kepada Dia? Sungguh anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir”(HR. Bukhari)

Rasulullah saw kemudian bersabda:

“Ambil kembali tambang dari Dia.” (HR. at-Tirmidzi)

Air adalah sumber daya alam yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus menerus. Hadis tersebut menjelaskan tentang tambang garam yang kandungannya sangat banyak layaknya air yang mengalir.

Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani memberikan penjelasan akan hal ini yaitu :

“Ketika Nabi saw mengetahui bahwa tambang tersebut serupa air yang mengalir dimana air merupakan benda yang tidak pernah habis seperti mata air dan air bor. Maka, beliau mencabut kembali pemberian beliau ini karena sunah Rasulullah masalah rumput, air dan api menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Oleh karena itu, beliau melarang kepada siapapun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.”

Inilah prinsip sistem ekonomi Islam yang datang dari Allah sang pencipta alam dalam mengelola milik umum :

1. Tidak boleh ada kepemilikan yang menguntungkan pribadi (privatisasi).

2. Jumlah sumber daya alam (SDA) itu sangatlah besar.

Maka sumber daya alam yang ada dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat seluruhnya. Terkait pemanfaatannya Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nidhzam al Iqthishadiyah dan Syeikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al-Amwal fi Daulah menjelaskan ada dua kelompok :

Pertama, kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh warga. Seperti sungai, laut, Padang rumput, sumber air dll. Dalam hal ini daulah Islam hanya mengatur dan mengawasi pemanfaatannya saja agar bisa dinikmati oleh seluruh rakyat dan tidak menimbulkan bahaya (mudharat). Maka, dalam Khilafah PDAM bisa jadi akan gratis dinikmati karena air termasuk dalam kelompok ini.

Kedua, kekayaan alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat. Seperti tambang emas, perak, batu bara, nikel, gas dan minyak bumi. Namun, agar hasilnya dapat dinikmati oleh rakyat, maka harus ada eksplorasi, eksploitasi, tenaga ahli dan biaya yang besar serta alat yang canggih dan memadai, maka untuk pengelolaan jenis yang kedua ini akan dibebankan kepada negara dan hasilnya akan diberikan kepada rakyat baik dalam bentuk langsung berupa subsidi atau tidak langsung dalam bentuk memberikan jaminan kebutuhan publik seperti pendidikan gratis dan berkualitas, kesehatan, keamanan, infrastruktur yang dibiayai dari hasil pengelolaan sumber daya alam tersebut.

Dengan demikian jelas bahwa kenaikan tarif PDAM adalah bukti nyata dari akibat masalah sistemik sehingga diperlukan solusi yang sistemik pula yaitu dengan penerapan syariah secara total dalam naungan institusi negara Khilafah.

Wallahu a’lam bishowab.